Selasa, 17 Januari 2012

INDUKSI PERSALINAN PADA KASUS KETUBAN PECAH DINI TUJUH JAM DENGAN OKSITOSIN DRIP

KETUBAN PECAH DINI

Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membranes (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Jika ketuban pecah sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini kehamilan preterm atau preterm premature rupture of the membranes (PPROM).
—-
ETIOLOGI
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah:

1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, kuretase).
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya tumor, hidramnion, gemelli.
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan Neischeria gonorhoe.
7. Faktor lain yaitu:
Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C

Membrana khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik. Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm dengan ketuban pecah dini. Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban.
—-
DIAGNOSIS
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Dari anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosa KPD secara benar. Pengeluaran urin dan cairan vagina yang banyak dapat disalahartikan sebagai KPD. Pemeriksaan fisik kondisi ibu dan janinnya. Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi antara lain bila suhu ibu ≥38°C. Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin. Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau mengadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, bau dan pH nya.
Air ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan adanya proses infeksi. Tentukan pula tanda-tanda inpartu. Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan) antara lain untuk menilai skor pelvik dan dibatasi sedikit mungkin.1 Pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen.
Pemeriksaan penunjang diagnosis antara lain:
1. Pemeriksaan laboratorium
Tes lakmus (tes Nitrazin): jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis) karena pH air ketuban 7 – 7,5 sedangkan sekret vagina ibu hamil pH nya 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap berwarna kuning. Darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
Mikroskopik (tes pakis): dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri dan konfirmasi usia kehamilan. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana
KOMPLIKASI
Ada tiga komplikasi utama yang terjadi yaitu peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran yaitu risiko resusitasi, dan yang ketiga adanya risiko infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina normal yang ada bisa menjadi pathogen yang bisa membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Morbiditas dan mortalitas neonatal meningkat dengan makin rendahnya umur kehamilan.
—-Komplikasi pada ibu adalah terjadinya risiko infeksi dikenal dengan korioamnionitis. Dari studi pemeriksaan histologis cairan ketuban 50% wanita yang lahir prematur, didapatkan korioamnionitis (infeksi saluran ketuban), akan tetapi sang ibu tidak mempunyai keluhan klinis. Infeksi janin dapat terjadi septikemia, pneumonia, infeksi traktus urinarius dan infeksi lokal misalnya konjungtivitis.
PENATALAKSANAAN
—-Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
A. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Preterm
—-Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm berupa penanganan konservatif, antara lain:
· Rawat di Rumah Sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu.
· Berikan antibiotika (ampisilin 4×500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
· Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
· Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Sedian terdiri atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari atau deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
· Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa (-): beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
· Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
· Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.
· Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin)

B. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Aterm
—-Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa penanganan aktif, antara lain:
· Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 50 μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
· Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan di akhiri:
1. Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi. Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
2. Bila skor pelvik > 5 induksi persalinan, partus pervaginam

INDUKSI PERSALINAN
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu baik secara mekanik maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Ada berbagai cara induksi persalinan yaitu amniotomi artifisalis, oksitosin drip, stripping of the membrane, pemakaian rangsangan listrik, pemberian prostaglandin, pemberian cairan hipertonik intrauterine.
Oksitosin Drip
Adalah cara untuk merangsang kontraksi rahim dengan memberiksan oksitosin yang dilarutkan dalam larutan D5% dalam bentuk infuse dan dalam jumlah tertentu.
1. Teknik pemberian
10 unit oksitosin dilarutkan dalam 1000cc dextrose 5% (5Unit dalam 500cc) dimasukkan perinfus pada wanita hamil, dengan kecepatan tetesan dimulai dari 8 tetes permenit kemudian dinaikkan secara berangsur-angsur 4 tetes (setelah observasi 15 menit), maksimal pemberian adalah 20 tetes sampai timbul kontraksi rahim yang adekuat. Selama proses induksi dinilai kontraksi rahim, timbulnya boundle ring, gawat janin. Induksi dianggap gagal bila setelah 12 jam dimulainya drip belum ada tanda-tanda inpartu. Jika gagal harus istirahat dan diulang 1kali.
2. Indikasi
Indikasi oksitosin drip adalah terminasi kehamilan.
Indikasi janin yaitu kehamilan serotinus, ketuban pecah dini, janin mati (IUFD). Sedangkan indikasi ibu adalah kehamilan dengan hipertensi, kehamilan dengan diabetes mellitus.
3. Kontraindikasi
Malposisi dan malpresentasi janin, asfiksia fetalis akibat insufisiensi plasenta, chepalopelvic Disproportion, cacat rahim, pernah section caesaria, gramdemulitipara, gemeli, hidramnion, plasenta previa.
4. Penyulit
Tetani uteri, rupture uteri iminen, gawat janin.
Kehamilan dengan ketuban pecah dini beresiko mengalami komplikasi yaitu peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal, resiko resusitasi dan gagl nafas, resiko infeksi. Pada ibu beresiko mengalami korioamniositis.

KESIMPULAN
Pada pasien ini penanganan sudah sesuai, karena pasien memenuhi syarat dilakukan induksi persalinan dengan oksitosin drip. Indikasi janin yaitu ketuban pecah dini sudah 7 jam. Syarat dilakukan induksi dengan oksitosin juga terpenuhi yaitu kehamilan aterm, ukur panggul dalam normal (riwayat melahirkan bayi spontan BBL 3400 gram), taksiran berat janin 2700 gram, bishop skore =6. Induksi dilakukan untuk mencegah adanya kompilasi akibat ketuban pecah dini.

KEPUSTAKAAN
Prawirohardjo S. 2006. ILMU KEBIDANAN. YAYASAN BINA PUSTAKA JAKARTA. Halaman 805-807
Sunarko dr, Sp. OG. 2003. Buku Phantom. Penerbit :Poltekes Semarang. Halaman 43-46

Untuk lebih lengkapnya lihat di sini

PENULIS
EMI TRI SISWANTI
NIM 20050310029
NIPP 31-127-05-1-2009
HOME BASED RSU TIDAR MAGELANG
BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar